Jumat, 11 November 2011

Jalan-jalan ke Tangga Seratus Sibolga

Jumat 17 September 2011 pagi, penulis dan rekan-rekan kerja di KPPN Sibolga telah bersiap-siap untuk jalan-jalan ke tangga Seratus di Kota Sibolga. Jarak tempuh dari kantor kami di Jalan Merpati 40 ke lokasi tidak terlalu jauh, sekitar 1,5 KM ke arah Kota Sibolga. Pukul 08.00 WIB, kami berenam berangkat naik kendaraan roda 4 Kijang BB 22 N menuju Tangga Seratus. Setelah melewati sedikit kemacetan di depan SPBU Jalan SM. Raja, akhirnya kami sampai di depan lokasi Tangga Seratus pada pukul 08.07 WIB. Pintu masuk Tangga Seratus berada tepat di sisi utara simpang tiga Bank Mega (Jalan SM Raja dengan Jalan Brigjen Katamso). Sejenak kami mencari tempat untuk parkir mobil. Sayangnya, di tempat tersebut tidak dijumpai lahan parkir yang cukup untuk kendaraan roda 4. Akhirnya, sopir kami, Asran Naibaho berinisiatif untuk numpang parkir di halaman depan Bank BRI Cabang Sibolga, di Jalan Brigjen Katamso, yang berjarak sekitar 100 meter dari pintu masuk ke Tangga Seratus.



Sekilas dari pinggir jalan raya SM. Raja tempat tersebut tidak menunjukkan adanya tempat wisata yang selama ini menjadi salah satu kebanggaan warga Kota Sibolga. Mulut jalan masuk menyerupai gang biasa, di mana di kanan kirinya terdapat warung-warung. Jalan masuk ke Tangga Seratus sudah diperkeras dengan paving sepanjang sekitar 1,5 meter X 6 meter. Di sisi kiri jalan masuk ada tempat yang disediakan untuk parkir kendaraan roda dua pengunjung. Sebelum menapaki tangga ke atas, terdapat saluran air selebar sekitar 1,5 meter, yang cukup deras airnya. Barulah kemudian kita jumpai anak tangga yang menuju ke atas dengan lebar sekitar 1,8 meter, dengan kemiringan sekitar 45 derajat, sepnjang sekitar 100 meter. Di kanan kiri sisi anak tangga kita jumpai pipa besi yang berguna untuk pegangan pengunjung yang naik maupun turun. Dasar anak tangga masih terbuat dari lantai plesteran semen kasar sehingga tidak terlalu licin di hari hujan. Terdapat beberapa bordes yang bergunanya untuk istirahat sementara, mengambil napas bagi mereka yang memerlukannya. Sementara, kanan kiri tangga masih dipenuhi dengan pepohonan.

Pada pertengahan perjalanan menaiki tangga, di sebelah kiri tangga ditemui gubuk-gubuk yang terbuat dari kayu seadanya. Entah untuk berjualan atau entah untuk nongkrong sambil menikmati pemandangan jalan SM. Raja yang berada di bawahnya.



Setelah menempuh 3/4 tangga naik, di sisi kanan tangga kita akan mendapati bangunan terbuat batu bata semacam tempat untuk duduk-duduk melihat pemandangan ke arah kota atau laut yang terlihat di bawah. Dari sini juga terdapat jalur alternatif untuk naik ke atas. Jalur ini cukup variatif, tidak anak tangga yang monoton tegak lurus ke atas, melainkan ada sedikit melingkar, datar dan naik bergantian diselingi jalur tanah hingga mencapai dataran di ujung atas tangga.





Penulis sendiri telah mencoba kedua jalur tangga ini, yaitu jalur lurus yang terjal dengan jumlah anak tangga sekitar 200-an, dan jalur alternatif di sisi kanan tangga tadi. Jalur alternatif menurut penulis lebih menarik dan enak untuk dilalui daripada jalur lurus dari bawah hingga ujung atas tangga. Di kanan kiri jalur alternatif banyak tumbuh pepohonan tanaman keras dan kita dapat melihat sisi lereng yang berhadapan langsung dengan Jalan SM. Raja.

Di ujung anak tangga teratas, sampailah kita di tanah datar. Di sini terdapat 2 buah bangunan, 1 bangunan permanen yang terlihat masih baru, dan 1 bangunan semi permanen yang sudah rusak dan terlihat jarang digunakan lagi. Kedua bangunan terletak sedikit lebih tinggi dari ujung Tangga Seratus. Di depan bangunan permanen berdiri Dari sini jarak pandang jelas lebih luas karena lebih tinggi.




Namun sayangnya pemandangan ke arah Teluk Tapian Nauli ini agak terganggu dengan adanya sebuah gubuk yang digunakan sebagai warung. Gubuk dengan pagar bekas spanduk iklan sebuah event dan beratap plastik terpal warna biru ini memberi kesan kumuh bagi yang melihatnya. Andai saja tak usah berpagar sekalian dan beratapkan daun-daun pohon aren seperti yang biasa terlihat di kampung atau perkebunan di sekitar Sibolga, tentu malah lebih harmoni dengan lingkungan sekitarnya.


Setelah cukup puas memandangi kota Sibolga dan Teluk Tapian Nauli dari Tangga Seratus serta foto-foto seperlunya, kami melanjutkan perjalanan. Penulis berpikir bahwa setelah puas di atas ini, kami kembali turun melalui tangga di mana sebelumnya kami naik. Namun ternyata penulis keliru, karena kawan-kawan malah melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak selebar 2 meteran ke arah timur (arah kanan dari tangga). Ternyata jalan setapak ini cukup panjang menyusuri bukit. Di sebelah kanan dan kiri jalur dipenuhi dengan pepohonan yang masih cukup rapat. 




Hingga pada akhirnya, setelah sekitar 200 meter dari ujung tertinggi Tangga Seratus sampailah kami di turunan bukit yang di bawahnya menyerupai sungai yang mengering. Rupanya semacam lembah sempit di antara dua bukit.


Di sini kami harus berjalan hati-hati karena jalur masih tanah liat dan cukup terjal dan banyak terhalang pohon-pohon tumbang melintangi jalur. Apalagi pada saat itu jalur agak basah setelah semalam sebelumnya turun hujan cukup deras mengguyur Kota Sibolga. Di sini kami sejenak berhenti untuk mengambil gambar. 



Setelah sejenak berhenti, perjalan kami lanjutkan dengan menyusuri jalur yang mulai naik dengan melewati ambalan dari lantai plesteran kasar yang mulai rusak di sana sini, selebar satu meteran.


Di sebelah kanan jalur pepohonan masih lebat sehingga pemandangan ke arah Kota Sibolga dan Teluk Nauli tidak tampak. Namun sebaliknya, di sisi kiri jalur, hanya ada tanah gundul yang tak berpohon lagi karena pepohonan yang ditebang dan semak-semak yang dibakar. Sungguh sayang, bukit yang berfungsi sebagai resapan air hujan, tempat menyimpan cadangan air, diguduli tanpa sisa.




Setelah berjalan 100 meteran menyusuri jalan setapak berundak, terdapat sebuah bangunan permanen yang berfungsi sebagai gazebo. Meskipun terletak di atas bukit, namun dari sini kita tidak dapat melihat pemandangan Kota Sibolga dan Teluk Tapian Nauli lagi karena di sekitar gazebo ini ditumbuhi rumput ilalang yang tingginya mencapai 2 meteran, sehingga orang yang masuk ke situ pun nyaris tak terlihat.




Setelah sejenak kami beristirahat di gazebo permanen, kami melanjutkan perjalan kembali menyusuri jalanan berundak dengan kanan kiri masih dipenuhi ilalang tinggi.



Setelah sekitar 100 meter menyusuri jalur ilalang tinggi, sampailah kami kembali di sebidang tanah datar. Dari sini kita dapat melihat pemandangan Kota Sibolga dan Teluk Tapian Nauli dengan jelas karena tak banyak pepohonan yang menghalangi. Pemandangan lepas ke arah laut, sehingga tampak dengan jelas di ujung sana Pulau Poncan Gadang dan kapal-kapal yang hendak merapat ke Pelabuhan Sibolga.




Setelah puas menikmati pemandangan Kota Sibulga dan Teluk Tapian Nauli dari atas dan foto-foto bersama, dari hamparan ilalang ini, kami pun akhir melanjutkan perjalanan. Ternyata turun menyusuri jalan setapak selebar 1 meteran yang semakin lama semakin terjal.


Di ujung jalan setapak inilah pada akhirnya kami menemukan sebidang dataran yang menyerupai tempat parkir dan beraspal. Dari sini rupanya jalan sudah beraspal selebar 6 meteran, yang apabila dilihat dari atas hingga bawah di ujung yang bertemu dengan membentuk huruf S. Di sebelah kiri dengan posisi ada di bawah jalan aspal, terdapat sebuah taman dengan beberapa gazebo tempat orang-orang bisa duduk bersantai. 


Ternyata Tangga Seratus yang semula aku bayangkan hanyalah tempat kita naik hingga trap ke 100 anak tangga lalu turun, cukup panjang dan menarik untuk ditelusuri. Akan lebih bagus lagi apabila di atas bukit di mana terdapat tanah datar seluas sepak bola bisa dibuat taman dengan berbagai macam permainan. Hal ini bisa lebih menarik warga Kota Sibolga untuk bersama-sama keluarganya berjalan-jalan menikmati keindahan Kota Sibolga dan Teluk Tapian Nauli dari atas sambil bermain dengan anak-anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar